menulis dan merenung: sebuah 'momen katarsis'. Saat kembara berada di sisi kiri. Menyibak dunia ramai, mencari celah bagi hidup dan kehidupan. Menyusuri jalan sunyi: jalan sang troubador.

Thursday, October 27, 2005

Andre Gorz dan Revolusi Sosialis

Jalan Menuju Revolusi Sosialis

Revolusi sebagai jalan menuju sosialisme tampaknya belum menjadi keyakinan bagi sebagian orang. Di kalangan para penganut sosialis sendiri, semenjak awal terjadi perselisihan antara mereka yang meyakini revolusi sebagai jalan untuk mencapai sosialisme-komunisme dengan mereka yang berteguh bahwa sosialisme dapat dicapai dengan memilih jalan yang reformis, moderat dan evolusioner. Perdebatan antara memilih jalan revolusi dan pendekatan reformasi mengemuka pada Internasional Kedua. Kubu sosialisme demokrat yang dimotori oleh Eduard Bernstein meyakini bahwa kemenangan sosialisme atas kapitalisme haruslah berjalan di atas tahap-tahap yang reformis, evolusioner dan ditempuh melalui perjuangan parlemen dan elektoral. Kecenderungan ini tentu saja mengingkari watak revolusioner sebagaimana dicetuskan oleh Marx dan Engels dalam Internasional Pertama. Meski demikian, dalam Internasional Kedua, pandangan kaum sosialisme demokrat ini tak ayal juga mendapat kritikan keras dari golongan yang lebih revolusioner semisal Lenin, Rosa Luxemburg dan Clara Zetkin.

Berada dalam dua kutub ‘ketegangan pendekatan’ di atas, Andre Gorz dalam buku Revolusi dan Sosialisme (Resist Book, 2005) mengurai berbagai hal tentang sosialisme dan revolusi. Tentang revolusi, Gorz menolak gagasan bahwa jalan menuju sosialisme bisa dicapai lewat memperbaiki sistem kapitalisme secara gradual dan evolusioner. Mengapa demikian? Sebab, diakuinya, kapitalisme adalah sebuah sistem yang memiliki kesanggupan untuk mengantisipasi ledakan revolusi sosialis. Tetapi, bagi Gorz, sosialisme juga tak mungkin terwujud melalui serangkaian pemberontakan yang spontan. Pemberontakan yang spontan akan cenderung membuat kesadaran sosialis kaum buruh cepat melemah dan bersedia melakukan kompromi. Bagi Gorz, sosialisme hanya bisa diwujudkan melalui sebuah uji pertarungan yang keras dan berjangka panjang. Dan dalam proses menuju sosialisme, bisa saja bentuk dari uji pertarungan tersebut hanya berupa aksi reformasi yang terukur untuk menempa kesadaran sosialis kaum revolusioner.

Meski demikian, tampak bahwa gagasan revolusi sosialis yang disodorkan oleh Andre Gorz jauh melampaui gagasan reformisme Bernstein. Beberapa inti dari gagasan Gorz, utamanya mengenai tahap-tahap menuju revolusi sosialis adalah: Pertama, perjuangan menjungkalkan kapitalisme dan mewujudkan sosialisme adalah perjuangan melalui serangkaian uji pertarungan yang keras. Ini artinya, kapitalisme tidak semata-mata bisa dikalahkan atau digarapkan mengalah begitu saja. Begitu juga, tidak semata-mata sosialisme bisa mensejahterakan peradaban manusia. Karena itu, dibutuhkan masa transisi yang menyiapkan berbagai program sosialis dan massa pekerja yang menempa diri dalam kesadaran sosialis secara terus-menerus. Kedua, dalam masa transisi menuju revolusi sosialis ini, tujuan dari segenap aksi-aksi kaum sosialis tidak boleh hanya berupa strategi elektoral dan penguasaan parlemen belaka. Sebagaimana disebutkan oleh Gorz, masa transisi ini bertujuan “meruntuhkan sistem dan menggunakan keruntuhan itu untuk membangun transisi menuju revolusi sosialis. Sebab revolusi bisa dicapai dengan menempa besi yang masih panas”. Karena itu, dalam fase ini kaum revolusioner harus menempa diri dengan menyerang dan memperdalam krisis kapitalisme sekaligus menyodorkan berbagai alternatif sosialisme sebagai jawabannya. Dan ketiga, menggerakkan demokrasi langsung yang dipandu oleh kaum buruh revolusioner untuk menggantikan demokrasi perwakilan yang telah mengalami krisis. Keempat, selain menguasai negara dan menyiapkan berbagai kebijakan sosialisme, hal lain yang perlu dipersiapkan oleh kaum revolusioner adalah mentransformasi para pemilik modal menjadi pelayanan bagi kebutuhan-kebutuhan pulik dan massa pekerja. Dengan demikian, kaum revolusioner telah menyerang jantung kapitalisme.

Beberapa argumen Andre Gorz, jika kita simak dalam buku yang cemerlang ini, tampaknya merupakan jalan tengah yang progresif antara kubu marxisme-leninisme dengan sosialisme demokrasi. Meski tetap meyakini ajaran-ajaran komunisme, Gorz dengan jeli juga melihat bahwa revolusi tidak bisa tercapai dengan maksimal jika tahap-tahap perkembangan dan transisi dalam kapitalisme belum berlangsung secara matang. Meski demikian, Gorz sama sekali tidak menampik revolusi sebagai jalan untuk menuju sosialisme. Sebab kapitalisme tak mungkin melepaskan tentakel kekuasannya tanpa perlawanan dan perjuangan dari massa yang revolusioner. Baginya, pendekatan dan program-program reformasi bisa saja dijalankan asalkan ia berwatak sosialis dan berlangsung untuk fase temporer saja. Dan fase reformasi ini digunakan untuk memperdalam antagonisme kelas serta menyiapkan kondisi subyektif dan obyektif yang menjadi jembatan untuk menuju pertarungan sejati: revolusi sosialis.

Gagasan Gorz memang cenderung berbeda dengan arus pemikiran marxisme yang digagas oleh Karl Kautsky, Eduard Bernstein maupun Lenin. Perbedaan ini juga makin mencolok ketika dengan lihai Gorz melihat bawa pilar revolusi sosialis tidak hanya bertumpu pada massa pekerja atau petani saja. Bagi Gorz, bentuk dari kapitalisme saat ini berupa kapitalisme monopoli yang telah terlanjur diadopsi menjadi sistem sosial yang eksploitatif di berbagai bidang, termasuk dunia pendidikan. Cengkaraman kapitalisme monopoli dalam dunia pendidikan pada dasarnya telah membuat mahasiswa (utamanya mahasiswa yang berasal dari keluarga buruh industri) akan mengalami alienasi dari praksis sosial. Pendeknya, kapitalisme dalam industri pendidikan telah membuat mahasiswa semakin terspesialisasi. Atau dalam ungkapan Gorz, spesialisasi itu mengakibatkan “ilmu humaniora dipisahkan dari sains matematika, sehingga filsafat dan humaniora hanya menjadi ilmu penghibur di kala senggang”. Alienasi mahasiswa dari sistem pendidikan makin tampak kentara dari ketidakberdayaannya mempengaruhi sifat pengajaran, kurikulum, kondisi pendidikan serta pengelolaan universitas. Karena itu, maka menurut Gorz, mahasiswa juga perlu menjadi bagian dari pilar revolusi sosialis bersama kaum proletar lainnya.

*********

Seperti karyanya yang terdahulu, analisa Gorz yang tajam dan detail sangat membantu untuk memahami krisis kapitalisme serta berbagai strategi dan tahapan untuk memantik sumbu revolusi sosialis. Jika kita menengok pada gagasan Gorz dalam buku ini, maka kita akan diyakinkan bahwa krisis dalam kapitalisme saat ini tidak bisa dijawab dengan solusi-solusi reformasi. Krisis kapitalisme harus disambut dengan menggerakkan revolusi dan sosialisme sebagai jawaban.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home